Aksesories Laptop n Komputer

Fidyah untuk Suami Meninggal Karena Sakit di Bulan Ramadhan

Table of Contents

Pertanyaan: 

Suami saya menderita sakit dari awal Ramadhan, dan Meninggal di pertengahan Ramadhan. Apakah saya harus mengeluarkan fidyah untuk puasa yang ditinggalkan suami saya?

(Karomah, Kudus)

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan yang masuk.

Seseorang yang memiliki tanggungan Qadha Puasa Ramadhan baik yang ditinggalkan karena udzur atau pun bukan wajib mengganti puasa tersebut dihari-hari yang diperbolehkan menjalankan puasa.

HARI-HARI YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN MENJALANI PUASA
- Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
- Hari TASYRIQ (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah)
- Hari-hari yang telah ia tentukan untuk puasa NADZAR
- Hari Syak (30 Sya'ban) kecuali bagi orang yang sebelumnya telah membiasakan berpuasa semacam senin kamis
Seseorang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa, baik pada bulan Ramadhan atau lainnya dibolehkan untuk tidak berpuasa dan tidak diwajibkan untuk mengqadha’nya melainkan ia harus membayar fidyah yang diberikan pada orang-orang miskin. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah 184. 
Menurut Ibnu Abbas, ayat ini menerangkan tentang orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka ia wajib membayar fidyah kepada satu orang miskin tiap satu hari.
Ketentuan ini juga berlaku bagi orang sakit yang tidak diharap lagi kesembuhannya, berdasar firman Allah “..dan sekali-kali Dia (Allah) tidak menjadikan bagi kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al-Hajj 78]. Dan bagi mereka yang kira-kira masih bisa sembuh maka wajib mengqadha’ tanpa membayar fidyah. *(sumber)

Pembayaran Fidyah untuk Kreteria di atas (Lanjut Usia dan orang sakit yang dimungkinkan tidak sembuh lagi) adalah sebesar 1 Mud.

Satu mud merupakan satuan takaran. Satu mud menjadi ukuran minimal fidyah. Satu mud kira-kira setara dengan 3/4 liter. 

Sebenarnya, Satu mud adalah takaran sebesar cakupan dua telapak tangan orang dewasa sebagaimana keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini: 

والمد حفنة ملء اليدين المتوسطتين 

Satu mud adalah cakupan penuh dua telapak tangan pada umumnya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 910). 

Mud adalah satuan takaran. Ia tidak mudah untuk dikonversi ke dalam satuan berat. Sebagian ulama menyetarakan takaran satu mud dengan timbangan seberat 0,6 Kg.

 Menurut ulama syafi’iyah, takaran satu mud (misalnya) beras memiliki ukuran yang setara dengan bobot 675 gram/6,75 ons beras. 

Fidyah sebesar satu mud tidak hanya berkaitan dengan denda puasa, besaran nafkah, dan (pada sebagian ulama) pengganti shalat wajib yang ditinggalkan. Terkait denda puasa, fidyah dibayar sebesar satu mud. 

فصل في الفدية وهي مد من الطعام لكل يوم من أيام رمضان وجنسه جنس زكاة الفطر فيعتبر غالب قوت البلد على الأصح 

Pasal mengenai fidyah. Fidyah adalah seukuran satu mud makanan (sebagai denda) untuk setiap hari (pembatalan puasa) di bulan Ramadhan. Jenis makanannya adalah jenis makanan yang dipakai untuk zakat fitrah. Jenis makanan pokok umum penduduk masyarakat setempat dinilai (sah) menurut pendapat yang paling shahih,” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 264). *(Sumber)

Kembali pada pertanyaan, bagaimana jika seseorang tersebut sakit dan meninggal di Bulan Ramadhan?

Dari pertanyaan tersebut bisa disimpulkan bahwa suami penanya, sakit dari awal ramadhan dan meninggal di pertengahan Ramadhan. Artinya, bahwa suami tersebut, tidak memiliki kesempatan untuk mengqodo' puasanya. 

jika demikian, maka tidak perlu baginya (atau ahli warisnya) untuk mengqodo' puasa dan tidak perlu pula membayar fidyah suami tersebut.

{ فرع } في مذاهب العلماء فيمن مات وعليه صوم فاته بمرض أو سفر أو غيرهما من الاعذار ولم يتمكن من قضائه حتى مات * ذكرنا أن مذهبنا أنه لا شئ عليه ولا يصام عنه ولا يطعم عنه بلا خلاف عندنا وبه قال أبو حنيفة ومالك والجمهور
Pada madzhab Ulama tentang orang meninggal yang mempunyai tanggungan puasa, sebab Sakit, perjalanan atau uzur lainnya, dan tidak pernah menemukan kesempatan untuk mengqodhonya sampai mati. Telah kami sebutkan bahwa madzhab kita, bahwa tak ada kewajiban apa-apa atasnya, tidak dipuasakan, tidak juga dibayarkan fidyah tanpa ada perselisihan antara kita (syafi'iyyah), demikian pula penapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Jumhur Ulama. [ Majmuu' Syarh muhadzdzab ]. *(sumber)

(Yusuf Muhajir Ilallah)

Post a Comment

Jasa Desain Website Proffessional