Islam Radikal; Landasan Sikap dan Upaya Deradikalisasi
Table of Contents
Setelah sebelumnya kita membahas tentang Indikator dan Penyebab Radikalisme Beragama, maka dalam artikel ini kita akan mengulas Landasan (Dasar) yang mereka gunakan dan Upaya Deradikalisasi
Landasan Radikalisme dalam al-Quran
Beberapa ayat al-Quran yang biasanya dijadikan pijakan dalam bersikap oleh kaum radikal antara lain:1. Al-Maidah ayat 44
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
2. Al-Maidah ayat 45
2. Al-Maidah ayat 45
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
Akhir kedua ayat di atas, biasanya digunakan oleh sebagian umat Islam sebagai justifikasi hukum mengenai wajibnya mendirikan Negara Islam dalam Negara yang yang mayoritas penduduknya Islam tapi tidak menerapkan hukum Islam.
Akhir kedua ayat di atas, biasanya digunakan oleh sebagian umat Islam sebagai justifikasi hukum mengenai wajibnya mendirikan Negara Islam dalam Negara yang yang mayoritas penduduknya Islam tapi tidak menerapkan hukum Islam.
Saya Pribadi, cenderung setuju, ketika ayat tersebut memberi kesan keharusan untuk menggunakan hukum Islam dalam suatu negara.
Namun sayangnya nih, kemudian, sebagian umat Islam menganggap bahwa penduduk suatu Negara yang tidak menggunakan hukum Islam adalah orang-orang yang kafir dan zhalim.
Oleh karena itu, perilaku terorisme, kekerasan, mencuri, membunuh dan tindakan negatif lainnya dianggap sah, karena mereka berasumsi bahwa mereka sedang menghadapi orang-orang kafir yang darahnya saja halal.
Belum lagi tentang respon mereka terhadap ayat-ayat tentang jihad, yang mereka anggap sebagai penghalalan atas tindakan kekerasan (anarkis) dan terrorisme.
Belum lagi tentang respon mereka terhadap ayat-ayat tentang jihad, yang mereka anggap sebagai penghalalan atas tindakan kekerasan (anarkis) dan terrorisme.
Landasan Radikalisme dalam Hadis
Beberapa Hadis yang digunakan untuk mendasari sikap radikal antara lain hadis riwayat Imam Bukhariوَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
Artinya: “Hendaknya kita tidak merebut urusan (kepemimpinan/ pemerintahan) dari orang yang berhak, kecuali jika kalian menyaksikan kekufuran yang nyata, sedangkan kalian mempunyai bukti yang nyata dihadapan Allah.”
Hadis di atas seringkali dilihat hanya dari sisi pemberantasan ke-kufur-an sehigga menjadi pijakan legalitas atas sikap anarkis dalam memberantas kekufuran yang ada.
Hadis di atas seringkali dilihat hanya dari sisi pemberantasan ke-kufur-an sehigga menjadi pijakan legalitas atas sikap anarkis dalam memberantas kekufuran yang ada.
Padahal hadis di atas, merupakan larangan untuk melakukan makar dan mengambil kekuasaan tanpa aturan yang jelas, bukannya mengajarkan tindakan kekerasan dan peperangan.
Begitu pula terhadap Hadis yang cukup masyhur tentang mengedepankan tindakan dalam menghadapi kemungkaran, yang kemudian dijadikan dasar yuridis untuk melegalkan kekerasan untuk mengatasi hal-hal yang oleh mereka dianggap mungkar.
Begitu pula terhadap Hadis yang cukup masyhur tentang mengedepankan tindakan dalam menghadapi kemungkaran, yang kemudian dijadikan dasar yuridis untuk melegalkan kekerasan untuk mengatasi hal-hal yang oleh mereka dianggap mungkar.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Upaya Deradikalisasi dalam al-Quran dan Hadis
Apaan sih Deradikalisasi?Lebih Mudahnya, deradikalisasi adalah ikhtiar untuk menyadarkan kembali kaum radikal.
Al-Quran dan Hadis tidak memuat tentang radikalisme. Tindakan radikalisme yang mendasarkan pada al-Quran dan hadis di atas, sebenarnya hanyalah pemahaman yang kurang tepat akan sebuah text yang diperkeruh dengan sikap fanatik atas apa yang telah difahaminya, sehingga menutup diri dari pemahaman lain di luar apa yang telah mereka pahami di awal.
Dengan dasar psikologis ini, mari kita mencoba merangkum beberapa ayat dan hadis di luar ayat dan hadis di atas, untuk menggeser pemahaman radikalisme mereka.
Deradikalisasi dalam al-Quran
Indikasi sikap radikalis diantaranya ialah mudah mengkafirkan dan menganggap zhalim seseorang, padahal, al-Quran menyiratkan bahwa hakikatnya hanya Allah yang mengetahui tentang kesesatan (kafir/zhalim) seseorang ataupun kesalehannya.Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam surat al-Nahl ayat 125.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Dengan ayat ini, hendaknya seseorang tidak begitu mudahnya menjustifikasi orang lain, karena itu adalah wewenang Allah. Tugas manusia hanya menyampaikan kebenaran dengan jalan kebaikan.
Dalam menghadapi kaum radikal-fundamental, umat Islam harus menjadi kelompok moderat progresif. Moderat, artinya berada di tengah, antara kajian tekstual (normatif) dan kontekstual (rasional-empiris), qadariyah-jabariyah, dan ritual-sosial.
Umat Islam tidak boleh ekstrim kanan (tekstualis-normatif) dan ekstrim kiri (rasionalis-liberal). Kesalehan ritual dan sosial menjadi trade mark utama. Hal ini tersiratkan dari surat al-Baqarah ayat 143.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."
Menurut Wahbah al-Zuhaili, wasathan adalah pertengahan sesuatu atau pusatnya wilayah (muntashif al-syaii au markaz al-dâirah). Kata ini kemudian digunakan untuk menyiratkan sesuatu yang terpuji, karena setiap sifat yang terpuji adalah pertengahan diantara dua sisi.
Menurut Wahbah al-Zuhaili, wasathan adalah pertengahan sesuatu atau pusatnya wilayah (muntashif al-syaii au markaz al-dâirah). Kata ini kemudian digunakan untuk menyiratkan sesuatu yang terpuji, karena setiap sifat yang terpuji adalah pertengahan diantara dua sisi.
Sebagaimana sifat pemberani (syajâ’ah) adalah pertengahan antara melampaui batas dan pemborosan.
Menurut Syech Muhammad Nawâwi al-Jâwi, wasathan artinya terpilih, adil, dan terpuji karena ilmu dan amalnya.
Imam Ar-Razi dalam tafsirnya memaparkan beberapa pendapat tentang makna kata ini yang memang lebih sering ditafsirkan dengan kata ’adl (adil).
Pendapat para ulama ini menunjukkan status dan peran besar yang harus dilakukan umat Islam.
Progresif, artinya aktif melakukan pengembangan dalam bidang pemikiran dan aksi sosial sehingga membawa kemaslahatan publik secara massif. Umat Islam tidak boleh pasif, malas berjuang, dan menyalahkan orang lain. Mereka harus menjadi solusi problem umat, seperti kebodohan, kemiskinan, kemunduran, dan keterbelakangan.
Progresif, artinya aktif melakukan pengembangan dalam bidang pemikiran dan aksi sosial sehingga membawa kemaslahatan publik secara massif. Umat Islam tidak boleh pasif, malas berjuang, dan menyalahkan orang lain. Mereka harus menjadi solusi problem umat, seperti kebodohan, kemiskinan, kemunduran, dan keterbelakangan.
Hal ini tersirat dari Surat Ali Imran ayat 110.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menghimbau kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Menurut Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili, predikat umat terbaik berlaku selama kita konsisten dalam memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah secara benar, jujur, dan sempurna.
Pendapat ulama ini menjadi tantangan serius umat Islam untuk membuktikannya dalam realitas.
Kaum moderat seyogianya mengambil peran sentral untuk meluruskan paradigma dan ideologi ekstrim yang diusung oleh kelompok radikal ini dengan program-program yang mencerahkan, visioner, dan sistematis untuk mengembalikan Islam sebagai agama ramah yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Islam adalah agama yang senantiasa membawa pesan kemanusiaan, persaudaraan, kasih sayang, dan perdamaian. Oleh karena itu, Islam jauh dari ekstrimisme, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme yang menyengsarakan dan membahayakan masa depan umat manusia.
Islam adalah agama yang senantiasa membawa pesan kemanusiaan, persaudaraan, kasih sayang, dan perdamaian. Oleh karena itu, Islam jauh dari ekstrimisme, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme yang menyengsarakan dan membahayakan masa depan umat manusia.
Nabi Muhammad adalah sosok yang diakui keluhuran budi dan perjuangannya dalam memberantas diskriminasi, penindasan, ketidakadilan, dan penyimpangan teologis dan sosial. Banyak orang masuk Islam setelah melihat betapa mulianya akhlak yang ditampilkan baginda Nabi Besar Muhammad SAW bukan karena kekerasan dan peperangan.
Deradikalisasi dalam Hadis
Tentang tindakan anarkis dan kesalahan pemahaman konsep jihad yang dipahami oleh kelompok radikalis, coba kita lihat kembali hadis-hadis yang merupakan sikap deradikalis, diantaranya adalah hadis riwayat Imam at-Turmudziإِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةَ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya: “sesungguhnya termasuk salah satu jihad yang paling agung adalah menyuarakan kebaikan (dengan kata-kata) pada penguasa yang zhalim.
Hadis ini mengemukakan bahwa jihad yang paling baik (dalam riwayat yang lain disebut dengan kata afdhal al-jihadi) adalah dengan kata-kata yang baik, bukan dengan jalan tindakan makar dan kekerasan.
Bagaimanapun sikap radikal dengan mengusung kekerasan bukanlah jalan yang baik yang dikedepankan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah dengan sikap lemah lembutnya mencontohkan bagaimana kita seharusnya betindak dan mengambil keputusan.
Hadis ini mengemukakan bahwa jihad yang paling baik (dalam riwayat yang lain disebut dengan kata afdhal al-jihadi) adalah dengan kata-kata yang baik, bukan dengan jalan tindakan makar dan kekerasan.
Bagaimanapun sikap radikal dengan mengusung kekerasan bukanlah jalan yang baik yang dikedepankan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah dengan sikap lemah lembutnya mencontohkan bagaimana kita seharusnya betindak dan mengambil keputusan.
Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Majah dikemukakan
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Hadis di atas menyiratkan bahwa ketika kita memutuskan sesuatu tidaklah diperkenankan melakukan tindakan yang bisa membahayakan diri kita sendiri maupun orang lain.
Simpulan
Dari artikel sebelumnya dan artikel di atas, bisa kita simpulkan bahwasanya radikalisme agama adalah gerakan yang menggunakan kekerasan untuk mencapai target politik yang ditopang oleh sentimen atau emosi keagamaan.Kaum radikalis melandaskan sikap mereka pada al-Quran dan Hadis, akan tetapi semua itu difahami dengan pemahaman yang sempit serta tidak memperhatikan teks-teks yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.
Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban, Mencari Makna Dan Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995..
Muhammad Imarah, Fundamentalisme Dalam Perspektif Barat dan Islam, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Ahmad Fahruddin dkk, al-Quran Digital 2.1, 2004
Imam Nawawi, Syarh Nawawi Ala al-Muslin, Maktabah Syamilah.
------------, al-Tafsîr al-Munîr li Ma’âlim al-Tanzîl, Surabaya: Al-Hidâyah.
Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
Imam Muslim, Sahih Muslim, Maktabah Syamilah.
Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al-Syarîah wa al-Manhaj, Beirut : Dâr al-Fikri, 2009.
Al-Razi, Mafatih al-Ghaib, Maktabah Syamilah.
Turmudzi, Sunan at-Turmudzi, Maktabah Syamilah.
Muhammad bin Abdurrahman, tuhfatu al-Ahwadzi bi syarhi jami’i al-Turmudzi, maktabah.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah, jus 7, hlm. 143.
Post a Comment