Aksesories Laptop n Komputer

Nikah Siri; Solusi atau Wujud Ketidakpercayaan Diri? (Part B)

Table of Contents
hukum nikah siri di indonesia

Nikah Siri; Perspektif Sejarah

Seperti yang telah dijelaskan di Part A, nikah siri adalah bentuk pernikahan yang tidak resmi; yang tidak dicatat oleh Negara.
Jika kita kembali kepada konsep pernikahan di awal-awal Islam di Arab, memang pernikahan tidak dicatat secara resmi oleh pemerintahan. Pada masa itu, budaya tulis masih kurang, dan masyarakat Islam pada waktu itu masih mengunggulkan segi daya ingat mereka.

Melihat dari kenyataan tersebut, tentu saja pencatatan nikah belum merupakan hal yang dirasa penting, namun Rasulullah, menurut penulis, berusaha membuat pernikahan adalah suatu ikatan yang legal dengan memerintahkan penggunaan saksi dalam setiap pernikahan.

أخبرنا عمر بن محمد الهمداني من أصل كتابه، حدثنا سعيد بن يحيى بن سعيد الأموي، حدثنا حفص بن غياث، عن بن جريج، عن سليمان بن موسى، عن الزهري، عن عروة، عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "لا نكاح إلا بولي وشاهدي عدل، وما كان من نكاح على غير ذلك فهو باطل، فإن تشاجروا، فالسلطان ولي من لا ولي له
(Shahih ibnu Hibban, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab, hadis no 4075, jus 9, hlm. 386)

Hadis di atas, yang kemudian oleh jumhur ulama dijadikan landasan untuk menetapkan saksi sebagai bagian dari rukun pernikahan. 
Dengan adanya dua saksi tersebut berarti Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak merahasiakan sebuah pernikahan.
Adanya dua saksi, yang juga harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, diharapkan menghapus kehawatiran akan lepasnya tanggung jawab suami terhadap istri ataupun sebaliknya. Saksi juga dapat ditempatkan untuk menengahi permasalahan yang muncul kemudian, seperti hak waris anak dan permasalahan lain yang mungkin timbul dan membuktikan saksi untuk melegalkan pernikahan yang telah dilakukan.

Selain adanya saksi yang berarti sebuah pernikahan tidak boleh dilakukan secara rahasia, Islam juga mengajarkan untuk mengumumkan pernikahan ke pada publik luas.
 
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ قَالَ عَبْد اللَّهِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنْ هَارُونَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْأَسْوَدِ الْقُرَشِيُّ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَعْلِنُوا النِّكَاحَ

(Musnad Ahmad, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab, hadis no 15545 jus 32, hlm. 355.)

Khalifah Umar bin Khattab disebut sebagai pihak yang pertama menggunakan istilah nikah siri. Beliau menyebutkan nikah siri untuk nikah yang hanya dihadiri oleh saksi seorang laki-laki dan seorang perempuan.

حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ الْمَكِّيِّ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أُتِيَ بِنِكَاحٍ لَمْ يَشْهَدْ عَلَيْهِ إِلَّا رَجُلٌ وَامْرَأَةٌ فَقَالَ هَذَا نِكَاحُ السِّرِّ وَلَا أُجِيزُهُ وَلَوْ كُنْتُ تَقَدَّمْتُ فِيهِ لَرَجَمْتُ

(Muwatha’, Maktabah Syamilah versi 16.000 Kitab, hadis no.982 jus 4, hlm. 57. dan
Musnad Syafii, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab, jus 3, hlm. 261.)

Dari pendekatan sejarah di atas, maka persaksian dalam pernikahan merupakan hal yang wajib,
karena:
  • Pernikahan merupakan sesuatu yang agung dalam Islam dan dalam aturan bermasyarakat, oleh karena itu patut ditampakkan, disiarkan dan dipersaksikan khalayak ramai.
  • Persaksian mencegah tersiarnya isu yang tidak baik dan untuk memperjelas perbedaan antara halal dan haram sehingga tidak ada tempat untuk mengingkari pernikahannya.
  • Pernikahan berkaitan dengan banyak hukum yang pengaruhnya langgeng sepanjang jaman, seperti menetapkan keturunan, haramnya mertua, dan harta warisan.
Kewajiban penggunaan saksi dan pensyaratan saksi yang cukup ketat, serta himbauan pengumuman pernikahan mengisyaratkan bahwa sebuah pernikahan harus diketahui oleh orang banyak agar legalitasnya diakui untuk mencegah permasalahan-permasalahan yang kemungkinan muncul.

(Irvan M. Hussein)

<<< Sebelumnya, Part A                        >>> Selanjutnya, Part C



DAFTAR PUSTAKA


Abdul aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyid Hawwas, Fikih Munakahat Khitbah, Nikah dan Talak, terj. Abdul Majid Khon, Jakarta: Amzah, 2009. 

Abdullah Basian, Akibat Hukum Perkawinan Siri (Tidak Dicatatkan) terhadap Kedudukan Istri, Anak, dan Harta Kekayaannya Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang perkawinan, Tesis, Universitas Diponegoro, tahun 2010.

Ahmad bin Yusuf Ad-Daryuwisy, Az-Zawaj Al-’Urfi , Riyadh: Dar al-Ishmah, 2005. 

Hilal yusuf Ibrahim, az-Zawaj al-Urfi li al-Muslimiin wa Ghairu al-Muslimin, dar al-Mahbu’at al-Jamiyyah, Iskandaria. Tt.

Ibnu Hibban, Shahih ibnu Hibban, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab.

Imam Ahmad, Musnad Ahmad, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab.

Imam Malik bin Anas, Muwatha’, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab.

Imam Syafi’i, Musnad Syafii, Matabah Syamilah versi 16.000 Kitab.

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Nasaruddin Umar, Hukum Keluarga Kontemporer di Negara-Negara Muslim,  makalah, Disampaikan pada acara Seminar Nasional Hukum Materiil Peradilan Agama, antara Cita, Realita dan Harapan, Hotel Red Top Jakarta, 19 Februari 2010.

Undang-Undang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam.

Wahbah az-Zuhaili, Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Maktabah Syamilah versi 16.000 Kitab.






Post a Comment

Jasa Desain Website Proffessional